Zakat



APAKAH PENGERTIAN ZAKAT ITU ?
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang ke lima . Zakat berarti “tumbuh dan bertambah”. juga bisa berarti berkah , bersih , suci , subur dan berkembang maju . Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita selaku umat muslim telah diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat , seperti firman Allah Swt : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul , supaya kamu diberi rahmat“. (Surat An Nur 24 : 56) .
SYARAT-SYARAT WAJIB UNTUK MENGELUARKAN ZAKAT
Islam ; Zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam saja .
Merdeka ; Hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat fitrah , sedangkan tuannya wajib mengeluarkannya . Di masa sekarang persoalan hamba sahaya tidak ada lagi . Bagaimanapun syarat merdeka tetap harus dicantumkan sebagai salah satu syarat wajib mengeluarkan zakat karena persoalan hamba sahaya ini merupakan salah satu syarat yang tetap ada .
Milik Sepenuhnya ; Harta yang akan dizakati hendaknya milik sepenuhnya seorang yang beragama Islam dan harus merdeka . Bagi harta yang bekerjasama antara orang Islam dengan orang bukan Islam , maka hanya harta orang Islam saja yang dikeluarkan zakatnya .
Cukup Haul ; cukup haul maksudnya harta tersebut dimiliki genap setahun , selama 354 hari menurut tanggalan hijrah atau 365 hari menurut tanggalan mashehi .
cukup Nisab ; Nisab adalah nilai minimal sesuatu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya . Kebanyakan standar zakat harta (mal) menggunakan nilai harga emas saat ini , jumlahnya sebanyak 85 gram . Nilai emas dijadikan ukuran nisab untuk menghitung zakat uang simpanan , emas , saham , perniagaan , pendapatan dan uang dana pension .
MACAM-MACAM ZAKAT
  • ZAKAT MAAL (HARTA)
Bagi harta yang disandarkan zakatnya pada emas , zakat yang harus dikeluarkan sebanyak 2,5 % dari harta yang wajib dizakati (tidak termasuk zakat binatang ternak dan biji-bijian yang mempunyai nilai zakatnya tersendiri) .

  • ZAKAT UANG SIMPANAN
Banyak urusan bisnis yang menggunakan mata uang sebagai alat pertukarannya , Setiap negara mempunyai nilai mata uangnya sendiri yang disandarkan kepada nilai tukar emas .
DALIL WAJIB ZAKAT UANG SIMPANAN “Saiidina Ali telah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda : Apabila kamu mempunyai (uang simpanan) 200 dirham dan telah cukup haul (genap setahun) diwajbkan zakatnya 5 dirham , dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu mempunyai 20 dinar dan telah cukup haulnya diwajibkan zakatnya setengah dinar . Demikian juga kadarnya jika nilainya bertambah dan tidak diwajibkan zakat dalam sesuatu harta kecuali genap setahun”. (HR Abu Daud)
SYARAT WAJIB ZAKAT UANG SIMPANAN
  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Milik sendiri
  4. Cukup haul
  5. Cukup nisab
  • ZAKAT EMAS dan PERAK
Sejarah telah membuktikan bahwa emas dan perak merupakan logam berharga . Sangat besar kegunaannya yang telah dijadikan uang dan nilai/alat tukar bagi segala sesuatu sejak kurun-kurun waktu yang lalu .
Dari sisi ini , syari’at memandang emas dan perak dengan pandangan tersendiri , dan mengibaratkannya sebagai suatu kekayaan alam yang hidup . Syari’at mewajibkan zakat keduanya jika berbentuk uang atau leburan logam , dan juga benbentuk bejana, souvenir, ukiran atau perhiasan bagi pria . Firman Allah : Dan oarang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah , maka beritahukanlah kepada mereka , (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih . Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam , lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
Sabda Rasulullah yang maksudnya sebagai berikut : Setiap pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya, maka pada hari kiamat dijadikan kepingan lalu dibakar dalam api neraka.
SYARAT WAJIB ZAKAT EMAS DAN PERAK .
  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Milik sendiri
  4. Cukup nisabnya
  5. Cukup haul (setahun)
(Nisab emas adalah 20 misqal atau 85 gram emas . Nisab perak adalah 200 dirham atau 595 gram perak)
  • ZAKAT PENDAPATAN/PROFESI
Barang kali bentuk penghasilan yang paling menonjol pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya . Zakat pendapatan atau profesi telah dilaksanakan sebagai sesuatu yang paling penting pada zaman MUAWIYAH DAN UMAR BIN ABDUL AZIZ .  Zakat jenis ini dikenal dengan nama Al-Ata’ dan dizaman modern ini dikenal dengan “Kasbul Amal”. Namun akibat perkemabangan zaman yang kurang menguntungkan ummat Islam , maka zakat jenis ini kurang mendapat perhatian . Sekarang sudah selayaknya jika mulai digalakkan kembali , kerena potensinya yang memang cukup besar .
DALIL WAJIB ZAKAT PROFESI/PENDAPATAN
Firman Allah : Hai orang-orang yang beriman , keluarkanlah/nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu (Surat Al-Baqarah 2 : 267) . Dalam ayat tersebut , Allah menjelaskan bahwa segala hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya . Termasuk pendapat para pekerja dari gaji atau pendapatan dari profesi sebagai dokter , konsultan , seniman , akunting , notaries , dan sebagainya . Imam Ar-Razi berpendapat bahwa konsep “hasil usaha” meliputi semua harta dalam konsep menyeluruh yang dihasilkan oleh kegiatan atau aktivitas manusia .
SYARAT WAJIB ZAKAT PENDAPATAN
  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Milik Sendiri
  4. Hasil usaha yang baik sebagai sumber zakat . Hasil usaha tersebut termasuk pendapatan , yang terdiri dari kumpulan Honor, Gaji , Bonus , Komisi , Pemberian , pendapatan professional , Hasil sewa dan sebagainya . Para Fuqoha menerangkan bahwa semua pendapatan tersebut sebagai “Mal Mustafad” yaitu perolehan baru yang termasuk dalam sumber harta yang dikenakan zakat .
  5. Cukup Nisab . Nisab bagi zakat pendapatan/profesi ini merujuk kepada nilai 85 gram emas ,
  6.  dengan harga saat ini . Biasanya pendapatan/gaji selalu diterima dalam bentuk mata uang , untuk itu zakatnya disandarkan kepada nilai emas .
  7. Cukup Haul . Kontek haul dalam zakat pendapatan adalah jarak masa satu tahun adalah merupakan jarak pengumpulan hasil-hasil yang diperoleh dari berbagai sumber selama satu tahun . Sebab roh yang sangat penting dari zakat pendapatan ini dilihat dari harta perolehan atau penghasilan dan bukannya persoalan harta uang simpanan . Jadi makna haul disini adalah jarak pengumpulan pendapatan selama satu tahun dan bukannya lamanya menyimpan selam setahun seperti zakat harta simpanan .
  • ZAKAT SAHAM dan OBLIGASI
  1. Saham adalah hak pemilikan tertentu atas kekayaan suatu perseroan terbatas (PT) atau atas penunjukan atas saham tertentu . Tiap saham merupakan bagian yang sama atas kekayaan itu .
  2. Obligasi adalah kertas berharga (semacam cek) yang berisi pengakuan bahwa bank , perusahaan , atau pemerintah berhutang kepada pembawanya sejumlah tertentu dengan bungan tertentu pula
  3. Saham dan Obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan khusus yang disebut BURSA EFEK .
  4. Cara menghitung zakat Saham dan Obligasi adalah 2.5 % atas jumlah terendah dari semua saham/obligasi yang dimiliki selama setahun , setelah dikurangi atau dikeluarkan pinjaman untuk membeli saham (jika ada) .
DALIL DAN SYARAT WAJIB ZAKAT SAHAM .
Dalil dan syarat wajib mengeluarkan zakat saham atau obligasi sama seperti dalil dan syarat wajib atas zakat uang simpanan diatas .
  • ZAKAT AN’AM (BINATANG TERNAK)
Binatang Ternak yang wajib dizakati meliputi Unta, sapi, kerbau dan kambing . Syarat wajib zakat atas pemilik binatang tersebut adalah :
  1. Islam ,
  2. Merdeka ,
  3. 100 % milik sendiri , sampai hisab (batas)nya dan telah dimiliki selama satu tahun . Dijelaskan dalam Hadist , “Tidaklah wajib zakat pada harta seseorang sebelum satu tahun dimilikinya .” (H.R. Daruquthni)
  4. Digembalakan dirumput tanpa beli .
Binatang yang dipakai membajak sawah atau menarik gerobak tidak wajib dikenakan zakat. ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW . “Tidaklah ada zakat bagi sapi yang dipakai bekerja.” (H.R. Abu Daud dan Daruquthni) .
  • ZAKAT FITRAH
Setiap menjelang Idul Fitri orang Islam diwajibkan membayar zakat fitrah sebanyak 3 liter dari jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari . Hal ini ditegaskan dalam hadist dari Ibnu Umar , katanya “Rasulullah saw mewajibkan zakat fthri, berbuka bulan Ramadhan, sebanyak satu sha’ (3,1 liter) tamar atau gandum atas setiap muslim merdeka atau hamba , lelaki atau perempuan . “(H.R. Bukhari) .
Syarat-syarat wajib zakat fitrah , yaitu :
  • Islam
  • Memiliki kelebihan harta untuk makan sehari-hari .
Orang yang berhak menerima zakat fitrah ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an ada delapan Golongan . “Sesungguhnya sedekah – sedekah (zakat) itu hanya untuk orang – orang Fakir , Miskin , Pengurus zakat (amil) , orang – orang yang telah dibujuk hatinya (muallaf) , Untuk memerdekakan budak – budak yang telah dijanjikan akan dimerdekakan , orang yang berhutang (gharim) untuk dijalan Allah (sabilillah) dan untuk orang musafir (orang  yang dalam perjalanan) . Yang demikian ketentuan Allah” (Q.S. At taubah : 60)
Penjelasan ayat tersebut menurut imam syafi’i sebagai berikut :
  1. Fakir , adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak memiliki harta .
  2. Miskin , adalah orang yang memiliki pekerjaan namun penghasilanya tidak mencukupi kebutuhannya .
  3. Amil , adalah panitia yang menerima dan membagikan zakat .
  4. Muallaf , adalah
    1. Orang yang baru masuk Islam karena Imannya belum teguh .
    2. Orang Islam yang berpengaruh pada kaumnya dengan harapan agar orang lain dari kaumnya masuk Islam .
    3. Orang Islam yang berpengaruh di orang Kafir agar kita terpelihara dari kejahatan orang – orangkafir dibawah pengaruhnya .
    4. Orang yang sedang menolak kejahatan dari orang – orang yang anti zakat .
  5. Riqab , adalah budak yang ingin memerdekakan diri dengan membayar uang tebusan .
  6. Gharim , adalah orang yang banyak hutang , baik untuk diri sendiri maupun untuk mendamaikan orang yang berselisih maupun untuk menjamin hutang orang lain .
  7. Sabilillah , adalah untuk kepentingan agama .
  8. Ibnu sabil , adalah musafir yang kehabisan bekal .
Manfaat pemberian zakat antara lain :
  1. Mempererat hubungan si kaya dan si miskin .
  2. Agar tidak terjadi kejahatan dari orang – orang miskin dan susah yang dapat merusak ketertiban masyarakat . Firman Allah SWT , “Sekali-kali janganlah orang – orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka . Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka .” (Q.S. Ali Imran : 180)
  3. Guna membersihkan diri . Firman Allah SWT , “Ambillah zakat dari sebagian harta meraka . dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoakanlah untuk mereka . Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman mereka dan Allah Maha mendengar lagi mengetahui . ” (Q.S. At Taubah: 103) .
INFAQ
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu . Menurut Wiki bahasa Indonesia Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat  Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam .
Infak sering digunakan oleh Al Qur'an dan Hadits untuk beberapa hal , diantaranya :
Pertama : Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan , yaitu zakat . Infak dalam pengertian ini  berarti zakat wajib .
Kedua : Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan selain zakat, seperti kewajiban seorang suami memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya . Kata infak disini berubah menjadi nafkah atau nafaqah .
Ketiga : Untuk menunjukkan harta yang dianjurkan untuk dikeluarkan , tetapi tidak sampai derajat wajib , seperti memberi uang untuk fakir miskin , menyumbang untuk pembangunan masjid atau menolong orang yang terkena musibah . Mengeluarkan harta untuk keperluan-keperluan di atas disebut juga dengan infak .
Biasanya infak ini berkaitan dengan pemberian yang bersifat materi . 
SADAQAH
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMMlvH2Mqzmzr2C-A33rarNH0xTH-USHcg4XCevHj3qVF1lsu9rVqF8Xhuty15uaa7Ao8D4Me8_H1WIZtc-ThpsT6TLtqgsOBp6lcPFMAS7UgzlYoLi8ZjDt8AUGcWKXJMkj32tVTRojqV/s320/images2.jpgShadaqah
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar . Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya . Sikapnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah , waktu dan kadarnya . bermanfaat bagi orang lain . Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain termasuk kategori sedekah .


Jadi Perbedaannya  Zakat Dan Infaq dan Shadaqah
1.    Makna Zakat
Secara Bahasa (lughat) , berarti : tumbuh ; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula    berarti membersihkan atau mensucikan :
    خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka . " (QS : At-Taubah : 103) .
Sedangkan istilah zakat berarti derma yang telah ditetapkan jenis , jumlah , dan waktu suatu kekayaan atau harta yang wajib diserahkan ; dan pendayagunaannya pun ditentukan pula , yaitu dari umat Islam untuk umat Islam  .
2.    Makna Infaq
Pengertian infaq adalah lebih luas dan lebih umum dibanding dengan zakat . Tidak ditentukan jenisnya , jumlahnya dan waktunya suatu kekayaan atau harta harus didermakan . Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menetukan jenis harta, berapa jumlah yang yang sebaiknya diserahkan .
3.    Makna Shadaqah
Adapun Shadaqoh mempunyai makna yang lebih luas lagi dibanding infaq . Shadaqah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah , waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi , misalnya menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta , memberikan senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya , menyalurkan syahwatnya pada istri dsb . Dan shadaqoh adalah ungkapan kejujuran (shiddiq) iman seseorang .
  Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah
  1. Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
  2. Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
  3. Haq (QS. Al An’am : 141)
  4. Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
  5. Al ‘Afuw (QS. Al A’raf : 199)

JUAL BELI
Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar . Sedangkan menurut pengertian fikih , jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain  dengan rukun dan syarat tertentu . Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat tertentu . Setelah jual beli dilakukan secara sah , barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang , menjadi milik penjual .
Suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW ditanya oleh seorang sahabat tentang pekerjaan yang paling baik . Beliau menjawab , pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan jual beli yang dilakukan dengan baik . Jual beli hendaknya dilakukan oleh pedagang yang mengerti ilmu fiqih . Hal ini untuk menghindari terjadinya penipuan dari ke dua belah pihak . Khalifah Umar bin Khattab , sangat memperhatikan jual beli yang terjadi di pasar . Beliau mengusir pedagang yang tidak memiliki pengetahuan ilmu fiqih karena takut jual beli yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum Islam .
Pada masa sekarang , cara melakukan jual beli mengalami perkembangan . Di pasar swalayan ataupun mall , para pembeli dapat memilih dan mengambil barang yang dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual . Pernyataan penjual (ijab) diwujudkan dalam daftar harga barang atau label harga pada barang yang dijual sedangkan pernyataan pembeli (kabul) berupa tindakan pembeli membayar barang-barang yang diambilnya .
Hukum jual beli
Jual beli sudah ada sejak dulu , meskipun bentuknya berbeda . Jual beli  juga dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai sekarang . Jual beli mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia . Jual beli yang ada di masyarakat di antaranya adalah:
a) jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang) ;
 b) money charger (pertukaran mata uang) ;
c) jual beli kontan (langsung dibayar tunai) ;
d) jual beli dengan cara mengangsur (kredit) ; e) jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk mendapat harga tertinggi) .
Berbagai macam bentuk jual beli tersebut harus dilakukan sesuai hukum jual beli dalam agama Islam . Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh) . Allah SWT telah menghalalkan praktik jual beli sesuai ketentuan dan syari’at-Nya . Dalam Surah al-Baqarah ayat 275 Allah SWT berfirman :
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّﺒﯜا
Artinya :
…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba…(Q.S. al-Baqarah: 275)
Jual beli yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat agama Islam . Prinsip jual beli dalam Islam , tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik penjual ataupun pembeli . Jual beli harus dilakukan atas dasar suka sama suka , bukan karena paksaan . Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29 . yang Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman , janganlah kamu memakan harta sesamamu  dengan jalan batil melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka di antara kamu .” (QS. An-Nisa : 29)
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ. رواه ابن ماجه
Artinya : Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya  jual beli itu didasarkan atas saling meridai.(H.R. Ibnu Maajah) .
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
(1)Mubah (boleh) , merupakan hukum asal jual beli ;
(2)Wajib , apabila menjual merupakan keharusan , misalnya menjual barang untuk membayar hutang ;
(3)Sunah , misalnya menjual barang  kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual ;
(4)Haram , misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan . Menjual barang untuk maksiat , jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar , dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat .
Rukun jual beli
Jual beli dinyatakan  sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli . Rukun jual beli berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli . Apabila salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi , maka jual beli tidak dapat dilakukan . Menurut sebagian besar  ulama , rukun jual beli ada empat macam , yaitu :
a)Penjual dan pembeli
b)Benda yang dijual
c)Alat tukar yang sah (uang)
d)Ijab Kabul
Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang dagangan, misalnya: “Saya jual barang ini seharga Rp 5.000,00”.  Sedangkan kabul adalah perkataan pembeli dalam menerima jual beli , misalnya : “Saya beli barang itu seharga Rp 5.000,00”.  Imam Nawawi berpendapat , bahwa ijab dan kabul tidak harus diucapkan , tetapi menurut adat kebiasaan yang sudah berlaku . Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang terjadi saat ini di pasar swalayan . Pembeli cukup mengambil barang yang diperlukan kemudian dibawa ke kasir untuk dibayar .
Syarat sah jual beli
Jual beli dikatakan sah , apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan . Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli . Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan , mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah  kemudian dijual dengan harga barang yang berkualitas baik . Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan . Oleh karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku jujur dalam menjual dagangannya . Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:


a)Penjual dan pembeli
(1)Jual beli dilakukan oleh orang yang berakal agar tidak tertipu dalam jual beli. Allah swt . berfirman dalam surah an-Nisaa’ ayat 5 :
وَﻻَ تُؤْ تُوْاالسُّفَهَاءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَمًا
Artinya:
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu . (Q.S.an-Nisaa’:5)

(2)Jual beli dilakukan atas kemauan sendiri (tidak dipaksa) . Dalam Surah an-Nisaa’ ayat 29 Allah berfirman :
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ﺍٰمَنُوْاﻻَ تَأْكُلُوْا أَمْوَآلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَاطِلِ اِﻻﱠ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar) kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu . (Q.S. an-Nisaa’: 29)
(3)Barang yang diperjualbelikan memiliki manfaat (tidak mubazir)
(4)Penjual dan pembeli sudah balihg atau dewasa , akan tetapi anak-anak yang belum baligh  dibolehkan melakukan jual beli untuk barang-barang yang bernilai kecil, misalnya jual beli buku dan koran .
b)Syarat uang dan barang yang dijual
(1)Keadaan barang suci atau dapat disucikan .
(2)Barang yang dijual  memiliki manfaat .
(3)Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang dipercayakan kepadanya untuk dijual . Rasulullah bersabda :
ﻻَ بَيْعَ اِﻻﱠ فِيْمَا تُمْلِكُ رواه ابو داود
Artinya :
Tidak Sah jual beli kecuali pada barang yang dimiliki . (H.R. Abu Daud dari Amr bin Syu’aib)
(4)Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan dalam jual beli .
(5)Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran , bentuk , sifat dan bentuknya oleh penjual dan pembeli .

c)Ijab Kabul
Ijab adalah pernyataan penjual barang sedangkan Kabul adalah perkataan pembeli barang .
Dengan demikian , ijab kabul merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli atas dasar suka sama suka . Ijab dan kabul dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
(1)Kabul harus sesuai dengan ijab ;
(2)Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang ditentukan mengenai ukuran dan harganya ;
(3)Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan akad , misalnya :
“Buku ini akan saya jual kepadamu Rp 10.000,00 jika saya menemukan uang”.
(4)Akad tidak boleh berselang lama, karena hal itu masih berupa janji .
(5)Membedakan jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah :
a.       telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli
b.       jenis barang yang dijual halal
c.        jenis barangnya suci
d.       barang yang dijual memiliki manfaat
e.        atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan
f.       saling menguntungkan
Adapun bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam agama Islam karena merugikan masyarakat di antaranya  sebagai berikut:
a.       memperjualbelikan barang-barang yang haram
b.       jual beli barang untuk mengacaukan pasar
c.        jual beli barang curian
d.       jual beli dengan syarat tertentu
e.        jual beli yang mengandung unsur tipuan
f.         jual beli barang yang belum jelas misalnya menjual ikan dalam kolam
g.       jual beli barang untuk ditimbun
(6)Khiyar
Dalam jual beli sering terjadi penyesalan di antara penjual dan pembeli . Penyesalan  ini terjadi karena kurang hati-hati , tergesa-gesa atau sebab lainnya . Untuk menghindari penyesalan dalam jual beli, maka Islam memberikan jalan dengan khiyar . Khiyar adalah hak untuk meneruskan jual beli atau membatalkannya . Maksudnya, baik penjual atau pembeli mempunyai kesempatan untuk mengambil keputusan apakah meneruskan jual beli atau membatalkannya dalam waktu tertentu atau karena sebab tertentu .
Khiyar dalam jual beli ada tiga macam yaitu :
(1)Khiyar majlis
Khiyar majlis adalah hak bagi penjual dan pembeli yang melakukan akad jual beli untuk membatalkan atau meneruskan akad jual beli selama mereka masih belum berpisah dari tempat akad . Apabila keduanya telah berpisah dari satu majlis , maka hilanglah hak khiyar majlis ini . Rasulullah SAW bersabda :
اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّّقَّا.  رواه البخرى
Artinya :
Dua orang yang berjual beli , boleh memilih (akan meneruskan jual beli atau tidak) selama keduanya belum berpisah dari tempat akad . (H.R. Bukhori dari Hakim bin Hizam)
(2)Khiyar syarat
Khiyar syarat adalah suatu keadaan yang membolehkan salah seorang atau masing-masing orang yang melakukan akad untuk membatalkan atau menetapkan jual belinya setelah mempertimbangkan dalam 1, 2, atau 3 hari .  Setelah waktu yang ditentukan tiba, maka jual beli harus segera ditegaskan untuk dilanjutkan atau dibatalkan. Waktu khiyar syarat selama 3 hari 3 malam terhitung waktu akad. Sabda Rasulullah Muhammad SAW :
اَنْتَ فِي كُلُّ سِلْعَةٍ اِبْتَعْتَهَا بِاِ لْخِيَارِﺛَﻼَثَ لَيَالٍ.  رواه ابن ماجه
Artinya :
Engkau boleh berkhiyar pada semua barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam . (H.R. Ibnu Majah dari Muhammah bin Yahya bin Hibban)
(3)Khiyar ‘aibi
Khiyar ‘aibi adalah hak untuk memilih meneruskan atau membatalkan jual beli karena ada cacat atau kerusakan pada barang yang tidak kelihatan pada saat ijab kabul . Pada masa sekarang, untuk memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pembeli , para produsen dan penjual barang biasanya memberikan jaminan produk atau garansi . Pemberian garansi juga dimaksudkan untuk menghindari adanya kekecewaan pembeli terhadap barang yang dibelinya . Berkaitan dengan khiyar ‘aibi ini , Rasulullah SAW memberikan tuntunan dengan sabdanya :
عَنْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا اَنَّ رَﺠُﻼً اِبْتَاعَ ﻏُﻼَمًا فَاَقَامَ عِنْدَهُ مَاشَآءَ اللهُ اَنْ يُقِيْمَ ثُمَّ وَجَدَ بِهِ عَيْبًا فَخَاصَمَهُ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّهُ عَلَيْهِ. رواه ابو داود
Artinya :
Dari Aisyah r.a . berkata bahwasanya seorang laki-laki telah membeli seorang budak , budak itu tinggal beberapa lama dengan dia , kemudian kedapatan bahwa budak itu ada cacatnya , terus dia angkat perkara itu dihadapan Rasulullah saw . Putusan dari beliau, budak itu dikembalikan kepada penjual (H.R. Abu Dawud)
Khiyar diperbolehkan oleh Rasulullah Muhammad SAW karena memiliki manfaat . Di antara manfaat khiyar adalah untuk menghindari adanya rasa tidak puas terhadap barang yang dibeli, menghindari penipuan , dan untuk membina ukhuwah antara penjual dan pembeli . Dengan adanya khiyar , penjual dan pembeli  merasa puas .
Dari beberapa sumber yang terkumpul, ada beberapa sebab yang mengakibatkan kurangnya kesadaran ummat Islam untuk berzakat , berinfaq , maupun bershodaqoh , yaitu antara lain :
1. Merosotnya aqidah dan akhlaq ummat Islam . Ini mengakibatkan ummat Islam enggan mengenal ajaran Islam , sehingga mereka tidak mengetahui kewajiban-kewajibannya sebagai makhluq yang diciptakan Allah untuk menjadi kholifah di bumi . Masing-masing lebih mementingkan kebutuhan hidup pribadinya , tanpa mau perduli dengan nasib orang-orang di sekitarnya, apakah mereka kekurangan , atau bahkan kelaparan . Yang penting adalah dia sendiri hidup bahagia , tenang , tentram , dan tidak kekurangan apa-apa . Penyakit merosotnya aqidah dan akhlaq ini melahirkan sikap egoisme yang akut . Inilah sumber utama rusaknya ukhuwah dan kesetiakawanan sosial yang menjadi sebab semakin lebarnya kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin .
Menurut Saktiawan dalam Al Muslimun (1995) , solusi yang bisa dilakukan terhadap masalah ini adalah dengan da’wah dan tarbiyah Islamiyah , agar masing-masing individu manusia bersih aqidah dan akhlaqnya serta kembali kepada fitrah yang diridhai Allah SWT , terutama bagi manusia yang memperoleh kekuasaan dan kesempatan . Pembinaan ke-Islaman yang intensif untuk memperbaiki aqidah dan akhlaq akan menciptakan suatu masyarakat yang utuh bersatu , tolong menolong , sehingga kesenjangan sosial yang saat ini kian menganga tidak akan tercipta lagi . Pembinaan ke-Islaman yang dilakukan secara intensif akan mengobati penyakit manusia langsung ke akarnya .
2.   Adanya anggapan bahwa zakat identik dengan pajak, sehingga kalau sudah membayar pajak , tidak perlu lagi berzakat . Menurut Al Jufri dalam Ishlah (1995) , hal ini benar disebabkan
a) Dasar adanya zakat merupakan manifestasi dari ketaatan kepada perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW , sedangkan dasar membayar pajak adalah ketaatan negara kepada ulil amri .
b) Zakat telah ditentukan kadarnya dalam Al Qur’an dan hadits , sedangkan pajak ditentukan oleh hukum dari masing-masing negara .
c) Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin , sedang pajak dikeluarkan oleh setiap warga negara tanpa memandang agama dan keyakinannya .
d) Zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di negara mana dia tinggal , sedangkan pajak hanya berlaku pada batas garis teritorial suatu negara.
e) Zakat adalah suatu ibadah yang wajib didahului oleh niat , sedangkan pajak tidak demikian .
Sesungguhnya masih banyak lagi hal-hal yang membedakan antara zakat dengan pajak , yang pada umumnya masyarakat belum memahami secara benar mengenai jenis , perhitungan , maupun penyaluran dari zakat .
3.  Syariat zakat termasuk kewajiban yang belum dilaksanakan secara baik pada tingkat komunitas ummat . Dijelaskan oleh Hidayat dalam Ishlah (1995) , bahwa kelemahan dan kesalahan tersebut masih bertahan pada beberapa sisi . Misalnya , kewajiban zakat yang seharusnya dilaksanakan dengan otoritas social , topangan politis , dan yuridis , kenyataannya masih diserahkan kepada sukarelawan ummat . Yang ada baru perangkat untuk menampung zakat , belum untuk menarik zakat , sehingga cukup banyak orang-orang kaya yang lebih condong memberikan sumbangan sukarela dalam jumlah yang besar sehingga disebut dermawan, dari pada mengeluarkan harta itu sebagai zakat . Tentu saja ada juga dari para orang kaya yang telah sadar berzakat , tetapi sistem pengolahannya belum optimal . Oleh karena itulah banyak asset kekayaan kaum muslimin yang berada di tangan orang-orang kaya yang berkuasa dan memiliki kesempatan yang masih belum dibersihkan dengan zakat . Kondisi ini secara langsung mendukung terjadinya krisis ekonomi , social , moral , bahkan ekologi . Sebab Rasulullah SAW sendiri telah memperingatkan kaum muslimin , “Selama zakat masih bercampur dengan kekayaan , hanya akan berakibat kerusakan di dalam kekayaan itu sendiri” (HR. Imam Ahmad , An Nasai, dan Abu Daud) . Bahkan masalah zakat itu bukan hanya masalah pengelolaan , tetapi lebih dari itu , persoalan zakat menyangkut masalah aqidah dan moral , sehingga Al Qur’an menegaskan bahwa belum tersosialisasinya zakat dengan baik merupakan salah satu fenomena kemusyikan (Fushilat: 7) .
4.   Beberapa tahun terakhir , berkembang di kalangan ummat adanya organisasi pengelola dana zakat (BAZIS) . Akan tetapi amat disayangkan bahwa penyampaian sumber daya ummat tersebut masih sangat kariatif (kurang mencapai sasaran yang diinginkan) . Menurut Munir dalam Hidayatullah (1996) , banyak konsepsi yang berkembang bergerak dalam kerangka belas kasihan dan memberikan sesuatu yang bersifat sesaat , misalnya memberikan langsung kepada kelompok miskin dalam bentuk uang atau benda-benda konsumsi . Dalam konteks ekonomi, pola seperti itu hanya memperbesar pola konsumsi tanpa mengubah hakekat kemiskinan yang sedang terjadi . Dua sumber daya ummat terbesar yaitu dana dan manusia , amat sayang bila terarah dalam pekerjaan yang justru tidak mengarah pada pokok masalah . Yang perlu dilakukan pada dua sumber daya besar tersebut adalah penyatuan dan kerjasama yang kompak agar masyarakat miskin tidak hanya mendapatkan dana saja yang akan habis dalam sekejap , namun juga mendapatkan bekal bagaimana mengolah dana tersebut sebagai modal untuk mengembangkannya menjadi sesuatu yang bisa bertahan dalam waktu yang lama .
5. Penyimpangan dalam kepengurusan dan pengelolaan zakat . Menurut Sabiq (1990) , yang dinamakan amil zakat ialah orang yang diberi tugas menggantikan imam atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya . Termasuk dalam tugas mereka pula memeliharanya . Bila yang dizakatkan itu binatang ternak, maka dia bertugas menggembalakannya . Selanjutnya adalah mencatatnya bagi keperluan kedinasannya . Jadi, hendaklah upah amil zakat itu sebanding dengan kebutuhan pokoknya . Nabi SAW bersabda yang artinya :
Siapa yang diberi tugas oleh kami untuk mengurus suatu pekerjaan dan dia tidak punya tempat tinggal , maka dia mendapatkan rumah, apabila dia belum beristri , maka hendaklah dia beristri , apabila belum punya pelayan rumah , maka hendaklah dia mempunyai pelayan rumah , apabila belum punya kendaraan , maka hendaklah dia punya kendaraan dinas (hewan tunggangan) . Siapa yang mendapat lebih dari itu , maka dia berbuat pengkhianatan (curang) (Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan sanadnya sholih) .
Semua itu hanyalah untuk memperlancar jalannya tugas amil , dan bukan memewahkannya , agar amil sebagai petugas negara mampu bertugas seoptimal mungkin , tidak tersita pikirannya untuk memikirkan keperluan hidup yang harus dia sediakan bagi keluarganya .
Pada saat ini , banyak sekali penyimpangan dari profesi sebagai amil zakat , antara lain :
a) Amil bukanlah orang yang ditunjuk oleh hakim atau imam , melainkan bersifat sukarela , sehingga rasa tanggung jawab terhadap tugasnya tidak sama dengan amil yang benar-benar ditunjuk oleh imam sebagaimana di zaman Rasulullah dan para sahabat .
b) Amil tidak mendapat gaji tetap dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari , adapun imbalannya hanya berupa haknya untuk mendapat bagian dari zakat yang terkumpul .
c) Selain bertugas untuk mengurusi zakat , amil juga memiliki profesi yang lain , dan biasanya justru profesi sebagai amil merupakan profesi sampingan . Ini adalah akibat dari poin (b) diatas .
d) Amil hanya bertugas menampung zakat , bukan menarik zakat dari para muzakki , sehingga orang-orang kaya yang enggan mengeluarkan zakatnya merasa terbebas dari kewajibannya , apalagi apabila amil memiliki rasa sungkan untuk menarik zakat dari orang-orang kaya yang berpengaruh di masyarakat , maka semakin lebarlah kesenjangan sosial dalam masyarakat .
e) Adanya beberapa kasus mengenai merosotnya moral dan tanggung jawab amil , sehingga muncul peristiwa korupsi zakat , yang mengakibatkan sasaran zakat tidak tercapai . Apabila hal ini diketahui oleh masyarakat , maka para muzakki akan enggan mengeluarkan zakatnya karena tidak ada lagi rasa percaya pada pengurus dan pengelola zakat .
Sebagai solusi perlu kiranya para pemuka agama yang dipercaya masyarakat menunjuk seorang amil yang beraqidah dan berakhlaq baik untuk mengurusi zakat , kemudian perlu juga menyediakan gaji tetap bagi amil tersebut sebagaimana gaji seseorang yang mempunyai mata pencaharian , sehingga amil tidak lagi mencari profesi lain untuk memenuhi kekurangan kebutuhan hidupnya , selain itu agar amil benar-benar konsekuen dan profesional terhadap pekerjaan dan tanggung jawabnya . Dengan demikian pengelolaan zakat akan benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Islam dan masyarakat tidak akan berfikir dua kali untuk mengeluarkan zakatnya diakibatkan rasa tidak percaya pada pengurus dan pengelolaan zakat .
6. Belum adanya lembaga yang memenuhi kriteria pengelolaan dan pendistribusian zakat , infaq , dan shodaqoh .
Kewajiban ummat Islam, seperti disebut di beberapa ayat Q.S Al Baqarah , adalah membelanjakan sebagian harta dalam bentuk zakat , infaq , dan shodaqoh . Dalam bahasa Al Qur’an , strategi yang ditempuh adalah ingin mencapai golongan mustahiq yang minoritas jumlahnya menjadi golongan muzakki (kelompok menengah) yang banyak jumlahnya . Persoalannya adalah bagaimana mekanisme yang tepat .
Menurut Bunasor dalam Al Muslimun (1994) , saat ini diperlukan badan amil zakat , infaq , dan shodaqoh yang mampu memanage zakat , infaq , dan shodaqoh dengan baik dan efisien . Secara terinci badan amil yang ideal harus memperhatikan SISTEM, PERSONAL , dan DUKUNGAN.
Sistem yang dimaksud disini adalah bahwa badan amil harus memiliki dua fungsi :
pertama , mengumpulkan ,
dan kedua , mendistribusikan . Dari segi pengumpulan , perlu dibuat semacam PETA dasar dari kelompok mampu (muzakki) , yang meliputi siapa (orang, kelompok) , dimana (tempat tinggal) , dan berapa (kekayaan yang dimiliki) . Apabila menggunakan ukuran pegawai negeri (PNS) , siapa bisa berarti golongan III/a ke atas . Dengan diketahui kekayaannya , maka bisa dipetakan ke depan , misalnya bisa ditarget berapa persen dana yang harus terkumpul , dan dilakukan dengan cara kolektif atau individual , yaitu door to door . Ringkasnya , diketahui dengan jelas sisi penerimaan zakat , infaq , dan shodaqoh tersebut .
Dari segi distribusi , perlu dibuat semacam PETA DISTRIBUSI si mustahiqnya, menyangkut siapa , dimana, dan berapa . Juga mengenai teknis distribusinya , misal dengan langsung pada consumen , terutama untuk zakat fitrah atau melalui proses terlebih dahulu (dana diubah dalam bentuk lain) .
Sadar bahwa apa yang harus dicapai badan amil sangat jauh dari idealismenya , maka badan amil harus berusaha mendapat dukungan dari pemerintah, dan harus mempunyai obsesi , agar suatu saat nanti, dapat dikukuhkan dengan undang-undang sebagai hukum positif yang memaksa . Dengan kata lain, untuk konteks Indonesia , badan amil bisa efektif apabila telah diberi kedudukan hukum sejajar dengan lembaga pajak . Hal ini dapat diwujudkan misalnya melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar mendesak tuntutan legislasi lembaga pengelola zakat, infaq , dan shodaqoh kepada pemerintah .

Referensi
Al Faridy, Hasan Rifa’i, Drs.,Panduan Zakati,infaqsadaqah, Dompet Dhuafa Republia, 1996
M.A Manan. Eekonomi  Islam Teori ke Praktik. Jakarta: PT. Intermasa, 1992.
Ahmad Sarwat, FIQH ZAKAT KONTEMPORER, E-Book, hlm 7
[2] Wahbah Al-Zuhayly, Zakat(Kajian berbagai Mazhab), (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1997) hlm. 83-85

[3] Yusuf Al-Qaradawi, FIQHUS ZAKAT, Jilid 1, hlm 38
[4] Syikh Al-Allamah Muhammad Bin Abdulrrahman, Fiqih 4 Mazhab, Ad. Dimasyqi ,Penerbit Hasyimi Press.



Title: Zakat
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Writed by Martono