TAFSIR TENTANG AYAT HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA



TAFSIR TENTANG AYAT HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Tafsir Al-Qur’an
Dosen Pengampu: Supriyanto,M.Ud

Disusun oleh:
1.      Martono                            (132211123)
2.      Muhammad Iqbal              (132211125)
3.      Vita Alvionita                   (132211135)
4.      Wahyu Dian Sari               (132211136)




JURUSAN MANAJEMEN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA
2014



BAB I
PENDAHULUAN

Sebagaimana yang diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk dalam artian setiap manusia berhak memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing orang tersebut. Sehingga di Indonesia terdapat berbagai macam agama. Diantaranya adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha.
Indonesia terdapat banyak suku dan budaya yang tersebar dari sabang sampai merauke. Tidak heran apabila di Indonesia sering terjadi perang suku  maupun perang antar umat beragama. Di dalam agama islam khususnya dalam al-quran telah menjelaskan mengenai hubungan antar umat beragama. Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas mengenai ayat yang mengatur tentang hubungan atar umat beragama.











BAB II
PEMBAHASAN
            Dalam pembahasan ayat-ayat tentang hubungan antar umat beragama, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut:
A.    QS. Al-Mumtahanah 7-9
* Ó|¤tã ª!$# br& Ÿ@yèøgs ö/ä3oY÷t/ tû÷üt/ur tûïÏ%©!$# NçF÷ƒyŠ$tã Nåk÷]ÏiB Zo¨Šuq¨B 4 ª!$#ur ֍ƒÏs% 4 ª!$#ur Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÐÈ žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]tƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFtƒ šÍ´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ
Terjemahan ayat:
7.  Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
8.  Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
9.  Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Asbabun Nuzul Q.S. Al-Mumtaha: 8
Imam Bukhari meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar yang berkata, “suatu hari ibu saya mengunjungi saya. Ketika itu ia terlihat dalam kondisi cenderung (kepada islam). Saya lalu berkata kepada Rasulullah tentang apakah saya boleh menyambung silaturahmi  dengannya? Nabi SAW menjawab, “ya boleh” ”. Berkenaan dengan hal inilah Allah menurunkan ayat ini.
            Imam Ahmad dan Al-Bazzar meriwayatkan satu riwayat, demikian pula dengan Al-Hakin yang menilainya sahih, dari Abdullah Ibnu Zubair yang berkata “suatu ketika, Qatilah datang mengunjungi anaknya, Asma binti Abu Bakar. Abu Bakar telah menalak wanita itu pada masa jahiliah. Qatilah datang dengan membawa berbagai hadiah, akan tetapi Asma menolak menerimanya dan bahkan tidak membolehkannya masuk ke dalam rumahnya sampai ia mengirim utusan kepada Aisyah untuk menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Aisyah lalu memberitahukannya kepada Rasulullah. Beliau lantas menyuruh Asma untuk menerima pemberian-pemberian ibunya tersebut serta mengizinkannya masuk kedalam rumah.” Allah lalu menurunkan ayat Al-Mumtaha:8.
           
Munasabah :
Pada ayat-ayat yang lalu Allah memerintahkan kaum Muslimin menjadikan Ibrahim sebagai teladan, ketika ia tidak mau bekerjasama dengan kaumnya yang ingkar kepada Allah. Dalam ayat-ayat berikut ini diterangkan sikap orang-orang yang beriman terhadap orang-orang kafir yang tidak memusuhi kaum Muslimin, bahkan mereka mengulurkan tangan persaudaraan dan hubungan baik, maka hal ini harus disambut baik pula oleh kaum Muslimin.
Tafsir :
(7) Menurut al-Hasan al-Basri dan Abu Salih, ayat ini diturunkan berhubungan dengan Khuza’ah, Bani al-Haris bin Ka’ab, Kinanah, Khuzaimah, dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Mereka minta diadakan perdamaian dengan kaum Muslimin dengan mengemukakan ikrar tidak akan memerangi kaum Muslimin dan tidak menolong musuh-musuh mereka. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan kaum Muslimin untuk menerima permusuhan mereka.
Ayat ini menyatakan kepada Rasulullah dan orang-orang yang beriman bahwa mudah-mudahan Allah akan menjalinkan rasa cinta dan kasih sayang antara kaum Muslimin yang ada di Madinah dengan orang-orang musyrik Mekah yang selama ini membenci dan menjadi musuh mereka. Hal itu mudah bagi Allah, sebagai Zat Yang Mahakuasa dan menentukan segalannya. Apalagi jika orang-orang kafir mau beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah mereka lakukan sebelumnya, yaitu dosa memusuhi Rasulullah dan kaum Muslimin.
Isyarat yang terdapat dalam ayat ini terbukti kebenarannya pada pembebasan kota Mekkah oleh kaum Muslimin, tanpa terjadi pertumpahan darah. Sewaktu Rasulullah memasuki kota Makkah, karena orang-orang musyrik melanggar perjanjian mereka dengan kaum Muslimin, mereka merasa gentar menghadapi tentara kaum Muslimin, dan bersembunyi di rumah-rumah mereka. Oleh karena itu, Rasulullah mengumumkan bahwa barang siapa memasuki Baitullah, maka dia mendapat keamanan, barang siapa memasuki Masjidil Haram, maka ia mendapat keamanan, dan barang siapa memasuki rumah Abu Sufyan, ia mendapat keamanan. Perintah itu ditaati oleh kaum musyrik dan mereka pun berlindung di Ka’bah, di Masjidil Haram, dan rumah Abu Sufyan. Maka waktu itu, kaum Muslimin yang telah hijrah bersama Rasulullah ke Madinah bertemu kembali dengan keluarganya yang masih musyrik dan tetap tinggal di Mekkah, setelah beberapa tahun mereka berpisah. Maka terjalinlah kembali hubungan baik dan kasih sayang diantara mereka.
Karena baiknya sikap kaum Muslimin kepada mereka, maka mereka berbondong-bondong masuk Islam. Firman Allah :
#sŒÎ) uä!$y_ ãóÁtR «!$# ßx÷Gxÿø9$#ur ÇÊÈ |M÷ƒr&uur }¨$¨Y9$# šcqè=ä{ôtƒ Îû Ç`ƒÏŠ «!$# %[`#uqøùr& ÇËÈ ôxÎm7|¡sù ÏôJpt¿2 y7În/u çnöÏÿøótGó$#ur 4 ¼çm¯RÎ) tb%Ÿ2 $R/#§qs? ÇÌÈ
1.  Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2.  Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
3.  Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.
(8) Diriwayatkan bahwa Ahmad bin Hanbal menceritakan kepada beberapa imam yang lain dari ‘Abdullah bin Zubair, ia berkata, “Telah datang ke Madinah (dari Makkah) Qutailah binti ‘Abdul ‘Uzza, bekas istri Abu Bakar sebelum masuk Islam, untuk menemui putrinya Asma’ binti Abu Bakar dengan membawa berbagai hadiah. Asma’ enggan menerima hadiah itu dan tidak memperkenankan ibunya memasuki rumahnya. Kemudian Asma’ mengutus seseorang kepada ‘Asiyah agar menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Maka turunlah ayat ini yang membolehkan Asma’ menerima hadiah dan mengizinkan ibunya yang kafir itu tinggal di rumahnya.
Allah tidak melarang orang-orang yang beriman berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan, tolong-menolong, dan bantu-membantu dengan orang musyrik selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan Islam dan kaum Muslimin, tidak mengusir kaum Muslimin dari negeri-negeri mereka, dan tidak pula berteman akrab dengan orang yang hendak mengusir itu.
Ayat ini memberikan ketentuan umum dan prinsip agama Islam dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang bukan Islam dalam satu negara. Kaum Muslimin diwajibkan bersikap baik dan bergaul dengan orang-orang kafir, selama mereka bersikap dan ingin bergaul baik, terutama dengan kaum Muslimin.
Seandainya dalam sejarah Islam, terutama pada masa Rasulullah saw dan masa para sahabat, terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum Muslimin kepada orang-orang Musyrik, maka tindakan itu semata-mata dilakukan untuk membela diri dari dari kezaliman dan siksaan yang di lakukan oleh pihak musyrik.
Di Makkah, Rasulullah dan para sahabat di siksa dan dianiaya oleh orang-orang musyrik, sampai mereka terpaksa hijrah ke Madinah. Sesampai di Madinah, mereka pun di musuhi oleh orang Yahudi yang bersekutu dengan orang-orang musyrik, sekalipun telah di buat perjanjian damai antara mereka dengan Rasulullah. Oleh karena itu, Rasulullah terpaksa mengambil tindakan keras terhadap mereka. Demikian pula ketika kaum Muslimin berhadapan dengan kerajaan Persia dan Romawi, orang-orang kafir disana telah memancing permusuhan sehingga terjadi peperangan.
Jadi ada satu prinsip yang perlu diingat dalam hubungan orang-orang Islam dengan orang-orang kafir, yaitu boleh mengadakan hubungan baik, selama pihak yang bukan Islam melakukan yang demikian pula. Hal ini hanya dapat di buktikan dalam sikap dan perbuatan kedua belah pihak.
Di Indonesia prinsip ini dapat dilakukan, selama tidak ada pihak agama lain bermaksud memurtadkan orang Islam atau menghancurkan Islam dan kaum Muslimin.
(9) Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah hanya melarang kaum Muslimin bertolong-tolongan dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia beribadah di jalan Allah, dan memurtadkan kaum Muslimin sehingga ia berpindah kepada agama lain, yang memerangi, mengusir, dan membantu pengusir kaum Muslimin dari negeri mereka. Dengan orang yang semacam itu, Allah dengan tegas ,elarang kaum Muslimin untuk berteman dengan mereka.
Di akhir ayat ini, Allah mengingatkan kaum Muslimin yang menjadikan musuh-musuh mereka sebagai teman dan tolong-menolong dengan mereka, bahwa jika mereka melanggar larangan ini, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.
B.     QS. Al-Kafirun 1-6
Ayat 1: قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١
1.      Katakanlah “Hai orang-orang kafir”

 لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢
2.      Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah.

TAFSIR AYAT
Katakanlah “Hai orang-orang kafir aku tidak menyembah apa yang kamu sembah”. Katakanlah hai orang-orang kafir, ini mencakup seluruh orang-orang kafir quraisy. Ada yang menyebutkan: karena kebodohan mereka mengajak Rasulullah SAW untuk beribadah kepada tuhan mereka yaitu berhala selama setahun.

Ayat 3 :
Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ
3.  Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
Ayat 4-5 :
Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã  ÇÍÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ
4.  Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5.  Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
Ayat 6:
ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ
6.  Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." 
Asbabun Nuzul
Imam Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang Quraisy mengiming-imingi Rasulullah dengan harta melimpah sehingga menjadi orang yang terkaya di Mekah serta memberinya wanita mana saja yang ia inginkan. Mereka berkata “Semua ini untukkmu wahai Muhammad, asalkan engkau berhunti menghina tuhan-yuhan kami dan berhenti mengucapkan kata-kata buruk terhadap mereka. Tetapi jika engkau keberatan bagaimana jika engkau menyembah Tuhan kami selama satu tahun saja.” Mendengar tawaran orang-orang quraisy itu Rasululla lalu menjawab “saya akan menunggu hingga Allah memberikan jawabannya”. Allah lalu menurunkan Q.S. Al-Kafirun:1 dan Az-zumar:64 yang artinya “Katakanlah Muhammad” “Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan? ”.
Penafsiran Ayat Al-Kafirun
1.      Ayat 1
2.      Ayat 2
3.      Ayat 3
Setelah ayat yang lalu memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menyatakan bahwa beliau tidak mungkin untuk masa kini dan datang menyembah sembahan kaum musyrikin, ayat di atas melanjutkan bahwa: Dan tidak juga kamu wahai tokoh-tokoh kaum musyrikin akan menjadi penyembah-penyembah apa yang sedang aku sembah.
Ayat ketiga ini mengisyaratkan bahwa mereka itu tidak akan mengabdi atau pun taat kepada Allah, Tuhan yang sekarang dan di masa datang disembah oleh Rasulullah saw. Pernyataan ayat ini tidak bertentangan dengan kenyataan sejarah yaitu berduyun-duyunnya penduduk Makkah yang tadinya kafir itu memeluk agama Islam dan menyembah apa yang disembah oleh Rasulullah saw. Karena seperti telah dikemukakan di atas, ayat ini ditujukan kepada tokoh-tokoh kafir Makkah yang ketika itu datang kepada Rasulullah saw. Menawarkan kompromi, dan yang dalam kenyataan sejarah tidak memeluk agama Islam bahkan sebagaian dari mereka mati terbunuh karena kekufurannya.
Ayat 1-3 di atas berpesan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menolak secara tegas usul kaum musyrikin. Bahkan lebih dari itu, ayat-ayat tersebut bukan saja menolak usul yang mereka ajukan sekarang tetapi juga menegaskan bahwa tidak mungkin ada titik temu antara Nabi Muhammad saw dengan tokoh-tokoh tersebut, karena kekufuran sudah demikian mantap dan mendarah daging dalam jiwa mereka. Kekeraskepalaan mereka telah mencapai puncaknya sehingga tidak ada sedikit harapan atau kemungkinan, baik masa kini maupun masa datang untuk bekerjasama dengan mereka.
4.      Ayat 4 dan 5
Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa tokoh-tokoh kafir itu tidak akan menyembah di masa datang apa yang sedang di sembah oleh Nabi Muhammad saw, ayat di atas melanjutkan bahwa: Dan tidak juga aku akan menjadi penyembah di masa datang dengan cara yang selama ini kamu telah sembah, yakni aneka macam berhala. Dan tidak juga kamu wahai tokoh-tokoh kaum musyrikin akan menjadi penyembah-penyembah dengan cara yang aku sembah.
Dalam rangka memahami perbedaan itu, kita harus mengarahkan pandangan kepada kata ‘abadtum (dalam bentuk kata kerja masa lampau) yang digunakan oleh ayat 4 dan kata ta’budun yang berbentuk kata kerja masa kini dan akan datang yang digunakan oleh ayat 2.
Kesan pertama yang diperoleh berkaitan dengan perbedaan tersebut adalah bahwa bagi Nabi Muhammad saw, ada konsistensi dalam objek pengabdian dan ketaatan, dalam arti yang beliau sembah tidak berubah-ubah. Berbeda halnya dengan prang-orang kafir itu, rupanya apa yang mereka sembah hari ini dan esok berbeda dengan apa yang mereka sembah kemarin. Nah, di sini letak perbedaan antara ayat-ayat tersebut. Ayat 2 dan 4 bermaksud menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw, tidak mungkin akan menyembah atau pun taat kepada sembahan-sembahan mereka baik yang mereka sembah hari ini dan besok, maupun yang pernah mereka sembah kemarin.
Memang sejarah menceritakan bahwa kaum musyrikin sering kali mengubah sembahan-sembahan mereka. Abu Raja al-Atharidi, seorang yang hidup pada masa Jahiliah dan baru memeluk agama Islam setelah Nabi wafat menceritakan bahwa: “Pada masa Jahiliah, bila kami menemukan batu yang indah kami menyembahnya, dan bila tidak, kami membuat bukit kecil dari pasir, kemudian kami bawa unta yang sedang banyak susunya dan kami peras susu itu di atas bukit (buatan tadi), lalu kami sembah (bukit itu) selama kami berada di tempat itu” (HR. Ad-Darimi). Ada lagi yang mengumpulkan empat buah batu, kemudian memilih yang terbaik untuk disembah, dan tiga sisanya mereka jadikan tumpu untuk periuknya.
Jika demikian, wajar jika Nabi Muhammad saw, diperintahkan untuk menyatakan bahwa tidak sembahan yang mereka sembah hari ini, tidak yang kemarin dan tidak juga yang besok, yang bisa ditaati oleh pemeluk agama Islam. Karena sembahan kami sejak semula hingga zaman yang tak terbatas adalah Allah swt. Demikian perbedaan kandungan ayat 2-3 dengan kandungan ayat 4-5, yang secara sepintas diduga sama.
5.      Ayat 6
Setelah menegaskan tidak mungkin bertemu dalam keyakinan ajaran Islam dan kepercayaan Nabi Muhammad saw dengan kepercayaan kaum yang mempersekutukan Allah, ayat di atas menetapkan cara pertemuan dalam kehidupan bermasyarakat yakni: Bagi kamu secara khusus agama kamu. Agama itu tidak menyentuhku sedikit pun, kamu bebas untuk mengamalkannya sesuai kepercayaan kamu dan bagiku juga secara khusus agamaku, aku pun mestinya memperoleh kebebasan untuk melaksanakannya, dan kamu tidak akan disentuh sedikit pun olehnya.
Kata din dapat berarti agama, balasan, atau kepatuhan. Sementara ulama memahami kata tersebut di sini dalam arti balasan. Antara lain dengan alasan bahwa kaum musyrikin Makkah tidak memiliki agama. Mereka memahami ayat di atas dalam arti masing-masing kelompok akan menerima balasan yang sesuai. Bagi mereka ada balasannya, dan bagi Nabi pun demikian. Baik atau buruk balasan itu, diserahkan kepada Tuhan. Dialah yang menentukannya.
Didahulukannya kata lakum dan liya berfungsi menggambarkan kekhususan, karena itu pula masing-masing agama biarlah berdiri sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan. Tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sembahan kalian setahun agar kalian menyembah pula Allah. Kalau din diartikan agama, maka ayat ini tidak berarti bahwa Nabi diperintahkan mengakui kebenaran anutan mereka. Ayat ini hanya mempersilahkan mereka menganut apa yang mereka yakini. Apabila mereka telah mengetahui tentang ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta bersikeras menganut ajaran mereka, silahkan.
Ayat 6 diatas, merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing.
Demikian terlihat bahwa absolusitas ajaran agama adalah sikap jiwa ke dalam, tidak menuntut pernyataan atau kenyataan di luar bagi yang tidak meyakininya. Ketika kaum musyrikin bersikeras menolak ajaran Islam, maka demi kemaslahatan bersama, Tuhan memerintahkan Nabi Muhammad saw. Menyampaikan bahwa :
* ö@è% `tB Nä3è%ãötƒ šÆÏiB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÄßöF{$#ur ( È@è% ª!$# ( !$¯RÎ)ur ÷rr& öNà2$­ƒÎ) 4n?yès9 ´èd ÷rr& Îû 9@»n=|Ê &úüÎ7B ÇËÍÈ @è% žw šcqè=t«ó¡è? !$£Jtã $oYøBtô_r& Ÿwur ã@t«ó¡çR $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇËÎÈ ö@è% ßìyJøgs $uZoY÷t/ $oYš/u ¢OèO ßxtGøÿtƒ $uZoY÷t/ Èd,ysø9$$Î/ uqèdur ßy$­Fxÿø9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇËÏÈ  
24.  Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
25.  Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".
26.  Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui".
Pada ayat di atas terlihat bahwa ketika absolusitas diantar keluar, ke dunia nyata Nabi saw tidak diperintahkan menyatakan apa yang di dalam keyakinan tentang kemutlakan kebenaran ajaran Islam, tetapi justru sebaliknya, kandungan ayat tersebut bagaikan menyatakan: Mungkin kami yang benar, mungkin pula kam; mungkin kami yang salah, mungkin pula kamu. Kita serahkan saja kepada Tuhan untuk memutuskannya. Bahkan diamati dari redaksi ayat di atas, bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi dan pengikut-pengikut beliau diistilahkan dengan pelanggaran (sesuai dengan anggapan mitra bicara), sedang apa yang mereka lakukan dilukiskan dengan kata perbuatan, yakni tidak menyatakan bahwa amal mereka adalah dosa dan pelanggaran.
Awal surah ini menanggapi usul kaum musyrikin untuk berkompromi dalam akidah dan kepercayaan tentang Tuhan. Usul tersebut ditolak dan akhirnya ayat terakhir surah ini menawarkan bagaimana sebaiknya perbedaan tersebut disikapi. Demikian bertemu akhir ayat surah ini dengan awalnya. Maha Benar Allah dan segala firman-Nya, dan sungguh serasi ayat-ayatnya. Demikian Wa Allah A’lam.

 

Title: TAFSIR TENTANG AYAT HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Rating: 10 out of 10 based on 24 ratings. 5 user reviews.
Writed by Martono